Kebudayaan Jawa Timur



Kebudayaan di jawa timur
---------------------------------------------------------------------------------


Jawa Timur memiliki sejumlah kesenian khas. Ludruk merupakan salah satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni seni panggung yang umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki. Berbeda dengan ketoprak yang menceritakan kehidupan istana, ludruk menceritakan kehidupan sehari-hari rakyat jelata, yang seringkali dibumbui dengan humor dan kritik sosial, dan umumnya dibuka dengan Tari Remo dan parikan. Saat ini kelompok ludruk tradisional dapat dijumpai di daerah Surabaya, Mojokerto, dan Jombang; meski keberadaannya semakin dikalahkan dengan modernisasi.

Reog yang sempat diklaim sebagai tarian dari Malaysia merupakan kesenian khas Ponorogo yang telah dipatenkan sejak tahun 2001, reog kini juga menjadi ikon kesenian Jawa Timur. Pementasan reog disertai dengan jaran kepang (kuda lumping) yang disertai unsur-unsur gaib. Seni terkenal Jawa Timur lainnya antara lain wayang kulit purwa gaya Jawa Timuran, topeng dalang di Madura, dan besutan. Di daerah Mataraman, kesenian Jawa Tengahan seperti ketoprak dan wayang kulit cukup populer. Legenda terkenal dari Jawa Timur antara lain Damarwulan dan Angling Darma.

Seni tari tradisional di Jawa Timur secara umum dapat dikelompokkan dalam gaya Jawa Tengahan, gaya Jawa Timuran, tarian Jawa gaya Osing, dan trian gaya Madura. Seni tari klasik antara lain tari gambyong, tari srimpi, tari bondan, dan kelana.



Kesenian

Jawa Timur memiliki sejumlah kesenian khas. Ludruk merupakan salah satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni seni panggung yang umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki. Berbeda dengan ketoprak yang menceritakan kehidupan istana, ludruk menceritakan kehidupan sehari-hari rakyat jelata, yang seringkali dibumbui dengan humor dan kritik sosial, dan umumnya dibuka dengan Tari Remo dan parikan. Saat ini kelompok ludruk tradisional dapat dijumpai di daerah Surabaya, Mojokerto, dan Jombang; meski keberadaannya semakin dikalahkan dengan modernisasi.
Reog yang sempat diklaim sebagai tarian dari Malaysia merupakan kesenian khas Ponorogo yang telah dipatenkan sejak tahun 2001reog kini juga menjadi icon kesenian Jawa Timur. Pementasan reog disertai dengan jaran kepang (kuda lumping) yang disertai unsur-unsur gaib. Seni terkenal Jawa Timur lainnya antara lain wayang kulit purwa gaya Jawa Timuran, topeng dalang di Madura, dan besutan. Di daerah Mataraman, kesenian Jawa Tengahan seperti ketoprak dan wayang kulit cukup populer. Legenda terkenal dari Jawa Timur antara lain DamarwulanAngling Darma, dan Sarip Tambak-Oso.
Seni tari tradisional di Jawa Timur secara umum dapat dikelompokkan dalam gaya Jawa Tengahan, gaya Jawa Timuran, tarian Jawa gaya Osing, dan trian gaya Madura. Seni tari klasik antara lain tari gambyong, tari srimpi, tari bondan, dan kelana.
Terdapat pula kebudayaan semacam barong sai di Jawa Timur. Kesenian itu ada di dua kabupaten yaitu, Bondowoso dan Jember. Singo Wulung adalah kebudayaan khas Bondowoso. Sedangkan Jember memiliki macan kadhuk. Kedua kesenian itu sudah jarang ditemui.

Reog ponorogo
Reog merupakan kesenian terkenal asli warisan leluhur Indonesia yang berasal dari Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Kesenian Reog Ponorogo sampai sekarang masih aktif dan di kenal dari seluruh masyarakat Indonesia bahkan wisatawan mancanegara.

Reog Ponorogo yang kita kenal identik dengan kekuatan dunia hitam, preman ataupun kekerasan lainnya serta lepas pula dari dunia mistis ketimuran dan kekuatan supranatural. Salah satu pertunjukkan yang ada pada reog yakni mempertontonkan keperkasaan pembarong dalam mengangkat dadak merak seberat 50kg yang digigit sepanjang pertunjukan berlangsung.

Tak hanya itu seni reog ponorogo diiringi oleh beberapa gamelan seperti kempul, ketuk, kenong, genggam, ketipung, angklung dan lain sebagainya. Didalam reog ponorogo juga ada warok tua, sejumlah warok muda, pembarong dan penari Bujang Ganong dan Prabu Kelono Suwandono. Jumlah anggota grup reog ponorogo sekitar 20-30an, sedangkan peran utama ada di warok dan pembarongnya.

Reog dimanfaatkan sebagai sarana mengumpulkan massa dan merupakan saluran komunikasi yang efektif bagi penguasa pada waktu itu. Ki Ageng Mirah kemudian membuat cerita legendaris mengenai Kerajaan Bantaranangin yang oleh sebagian besar masyarakat Ponorogo dipercaya sebagai sejarah.

Adipati Batorokatong yang beragama Islam juga memanfaatkan barongan ini untuk menyebarkan agama Islam. Nama Singa Barongan kemudian diubah menjadi Reog, yang berasal dari kata Riyoqun, yang berarti khusnul khatimah yang bermakna walaupun sepanjang hidupnya bergelimang dosa, namun bila akhirnya sadar dan bertaqwa kepada Allah, maka surga jaminannya.

Selanjutnya kesenian reog terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Kisah reog terus menyadur cerita ciptaan Ki Ageng Mirah yang diteruskan mulut ke mulut, dari generasi ke generasi.

Menurut legenda Reog atau Barongan bermula dari kisah Demang Ki Ageng Kutu Suryonggalan yang ingin menyindir Raja Majapahit, Prabu Brawijaya V. Sang Prabu pada waktu itu sering tidak memenuhi kewajibannya karena terlalu dipengaruhi dan dikendalikan oleh sang permaisuri. Oleh karena itu dibuatlah barongan yang terbuat dari kulit macan gembong (harimau Jawa) yang ditunggangi burung merak. Sang prabu dilambangkan sebagai harimau sedangkan merak yang menungganginya melambangkan sang permaisuri.

Selain itu agar sindirannya tersebut aman, Ki Ageng melindunginya dengan pasukan terlatih yang diperkuat dengan jajaran para warok yang sakti mandraguna. Di masa kekuasaan Adipati Batorokatong yang memerintah Ponorogo sekitar 500 tahun lalu, reog mulai berkembang menjadi kesenian rakyat. Pendamping Adipati yang bernama Ki Ageng Mirah menggunakan reog untuk mengembangkan kekuasaannya.
Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan, khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.

Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar,

Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.

Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.

Ludruk

Ludruk sejak lama tumbuh, berkembang dan dikenal oleh masyarakat di Jawa Timur, terutama di daerah Surabaya, Jombang, Malang dan sekitarnya. Sebagai kesenian asal Jawa Timur, keberadaan ludruk ditinggalkan penggemarnya karena masuknya hiburan modern dan kurangnya upaya pelestarian dari Pemerintah terkait. Dulu kesenian ludruk sangat melekat di hati masyarakat. Sekarang jumlah penggemarnya menurun drastis. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penonton ludruk pada saat pementasan umumnya sepi pengunjung.
Dalam data Statistik Van Grisse Van 1822 dikatakan bahwa ludruk adalah tari tarian yang dilengkapi dengan cerita lucu yang diperankan oleh pelawak dan travesty atau lelaki yang merias diri sebagai wanita. Ludurk mempunyai unsur tarian, cerita lucu, pelawak dan pemain yang terdiri dari pria semua, meskipun yang diperankan ada peran wanitanya. Seiring berkembangnya ludruk, masuk juga pemain wanita. Dalam kamus Javanansch Nederduitssch Woordenboekv karya Gencke dan T Roorda (1847), ludruk artinya Grappermaker (badutan).
Mengenai asal usul kata ludruk terdapat beberapa pendapat. Cak Markaban, tokoh Ludruk Triprasetya RRI Surabaya mengatakan bahwa ludruk berasal dari kata gela-gelo dan gedrak-gedruk. Jadi yang membawakan ludrukan itu, kepalanya menggeleng-geleng (gela-gelo) dan kakinya gedrak-gedruk (menghentak lantai) seperti penari Ngremo. Sedangkan menurut Cak Kibat, tokoh Ludruk Besutan bahwa ludruk itu berasal dari kata molo-molo lan gedrak-gedruk. Artinya seorang peludruk itu mulutnya bicara dengan kidungan dan kakinya menghentak lantai gedrak - gedruk.
Menurut Dukut Imam Widodo pada bukunya Soerabaia Tempo Doeloe, ludruk berasal dari bahasa Belanda. Pada masa itu banyak anak-anak Belanda muda yang senang menonton. Mereka berkata kepada teman-temanya,“Mari kita leuk en druk.” Artinya yang penting enjoy, happy sambil nonton pertunjukan yang lucunya luar biasa ini, begitu kira-kira maksudnya. Kalau demikian halnya, kesenian itu sudah ada sebelumnya, tetapi belum punya nama “baku”. Lalu lahirlah ucapan bahasa Belanda “Leuk en Druk” itu. Lama kelamaan, leuk en druk diadopsi menjadi bahasa sini ludruk.

Sejarah perkembangan ludruk sebenarnya masih belum dapat dipastikan karena ada beberapa pendapat. Tahun 1890 Gangsar, yang berasal dari desa Pandan, kabupaten Jombang, yang pertama kali mencetuskan kesenian ini dalam bentuk ngamen (berkeliling dari rumah ke rumah) dan tarian. Bentuk inilah yang menjadi cikal bakal kesenian ludruk.



Karapan Sapi




Karapan sapi adalah pacuan sapi khas dari Pulau Madura. Dengan menarik sebentuk kereta, dua ekor sapi berlomba dengan diiringi oleh gamelan Madura yang disebut saronen.
Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. 

Jalur pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh sampai lima belas detik. Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di kota Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden
.



Leave a Reply